"Aku tidak Suka Yang Tenggelam"
"Ketika malam telah menjadi gelap, dia
melihat sebuah bintang, (lalu) dia berkata, 'inilah Tuhanku?' Tetapi tatkala
bintang itu tenggelam, dia berkata, 'Aku tidak suka kepada yang
tenggelam'." - QS. Al-An'am (6): 76.
NABI
Ibrahim AS hidup ditengah bangsa Suryaniyyah di tanah Babilonia. Masyarakat yang
dibawah naungan pemerintah raja Namrudz itu memeluk berbagai agama, tetapi
tidak satupun yang menyembah agama tauhid. Agama yang mereka peluk adalah agama
para penyembaha berhala, matahari, bulan, bintang, dan lain-lain.
Sejak kecil, Nabi Ibrahim berbaur dengan
masyarakat yang menyembah berbagai agama duniawi itu. Bahkan ayah Nabi Ibrahim
sendiri, Azar, selain penyembah berhala, juga pemahat patung. Jadi, dalam
lingkungan keluarganya sendiri, kepercayaan menyembah patung berkembang dengan
subur.
Alhamdulillah, Nabi Ibrahim, yang memang
sejak kecil telah dipilih Allah Subhanahu Wa Ta'ala untuk mengemban pesan-pesan
Allah dalam agama tauhid, terhindar dari pengaruh buruk itu. Ketika masih
remaja, Nabi Ibrahim mempertanyakan ihwal penyembahan matahari dan bulan kepada
sekelompok anggota masyarakat disekitarnya. Menurut Ahmad Musthafa Al-Maraghi
dalam Tafsir Al-Maraghi, terjadilah
perdebatan antara Nabi Ibrahim dan mereka.
Ketika Allah Ta'ala mulai memperlihatkan
kerajaan langit dan bumi kepada Nabi Ibrahim, ceritanya adalah sebagai berikut:
Ketika
malam telah genap dan menutupi alam bumi sekitarnya, beliau memandang kerajaan
langit. Dilihatnya sebuah bintang besar yang menonjol daripada bintang-bintang
lainnya, karena sinarnya yang berkilauan, yaitu bintang yang merupakan tuhan
terbesar bagi sebagian peyembah bintang dari bangsa Yunani dan Romawi kuno.
Ketika melihat kejadian itu, Ibrahim berkata,
"Inilah Tuhanku." - QS Al An'am (6): 76.
Tetapi tatkala bintang itu tenggelam, Nabi
Ibrahim berkata, "Sesungguhnya aku tidak menyukai apa yang
tenggelam."
Imam Ghazali dalam kitabnya yang berjudul Al-Qisthas Al-Mustaqim (Neraca
Kebenaran) menguraikan ihwal ilmu mantiq dengan menggunakan contoh kisah
Al-Khalil Ibrahim. Logika dari perkataan Nabi Ibrahim AS adalah bahwasanya
Tuhan tidak bisa terbenam, sedang bintang bisa terbenam, maka bintang bukanlah
Tuhan.
Begitu juga, ketika di lain malam,
sebagaimana dinukilkan di dalam Al-Qur'an surah Al-an'am ayat 77-70, Nabi
Ibrahim melihat permulaan terbitnya bulan dari balik ufuk, ia berkata,
"Inilah Tuhanku."
Namun pada siang harinya, Nabi Ibrahim
menunjuk kepada matahari. Beliau berkata, "Yang aku lihat sekarang inilah
Tuhanku." Mengapa? Karena, "Ia lebih besar dari bintang dan
bulan." Namun ketika matahari tenggelam, padahal ia tampak lebih besar,
cahayanya lebih terang, dan sinarnya lebih tajam daripada bulan dan bintang,
Nabi Ibrahim berkata sambil mendengarkannya kepada orang-orang di sekitarnya,
"Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan, Yang mencipkan langit
dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar (hanifa'), dan aku bukanlah
termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan." - QS Al-An'am (6): 79.
Demikianlah contoh pertumbuhan atau
perkembangan iman yang terjadi pada semua manusia. Allah mencontohkan Nabi
Ibrahim, sebab beliau akan dijadika imam, contoh orang yang ingin mencapai imam
tauhid yang sempurna.
SB,
dari berbagai sumber*AP
Sumber (Majalah alKisah No 19/ Tahun IX/19
September-2 Oktober 2011.