Minggu, 05 Juli 2015

Gelisah Terhadap Kepalsuan

Frop. Roger Garaudy
Frof. Roger Garaudy
"Sungguh ajaib , tiba-tiba saya melihat Tuhan di wajah para anggota regu tembak itu. Inilah perkenalan pertama saya dengan Islam."

 Roger Garaudy masuk Islam setelah melalui proses perenungan yang panjang dan mendalam. Ia membuat perbandingan yang proporsional antar agama Kristen, yang pernah dianutnya, dan pengalaman hidupnya yang penuh warna. Hingga akhirnya ia memutuskan masuk Islam pada tanggal 2 Juli 1982, bertepatan dengan 11 Ramadhan 1402 H. 
Sebelumnya ia merasa, hidupnya selalu tersiksa oleh sistem di Barat. Timbul pertentangan antara akal dan perasaan. Banyak perkara yang dalam pandangan akal dinilai benar tetapi menurut perasaan tidak benar.
"Saya berusaha mencari titik jemu antara akal dan perasaan, dan tidak dapat saya peroleh kecuali dalam Islam", katanya. "Agama ini menawarkan sejumlah dogma yang tidak hanya boleh dicerna dengan perasaan, melainkan juga dengan pikiran. Begitu banyak ayat yang membicarakan fenomena alam, tak satu pun yang bisa dibohongkan oleh sains modern."
Ia pun mengatakan, "Islam juga memberikan kepada kita pemahaman bahwa manusia dan alam dengan segala isinya adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan, karena sama-sama makhluk ciptaan Tuhan. Dengan membina keselarasan pada titik temu antaa manusia dan alam itulah kita akan mendapatkan makna hidup. Di sana pula kita akan berhadapan dengan satu-satunya fakta, yaitu keagungan sistem totalitas yang sanggup mengatur harmonisasi alam dengan manusia dan jiwanya."
Roger Garaudy sampai pada kesimpulan, Islam diturunkan untuk menjadi pedoman manusia dalam mengelola alam, membimbing yang patut dan tidak patut dilakukan. Sebab dengan nafsu dan akalnya manusia sering mengelak dari norma-norma yang mengaturnya, sementara makhluk-makhluk lain tidak. Karena itu manusia memerlukan agama. Cukup dengan manusia beragama, otomatis makhluk-makhluk lain akan terlindungi.
Iya juga yakin, telaahnya itu tidak lahir secara emosional, karena sampai detik itu ia belum menjadi pemeluk agama Islam. "Saya hanya ingin bersikap jujur bahwa ajaran Ibrahim AS, Isa AS, dan Muhammad SAW ternyata saling menyempurnakan. Masalah itu sering dikemukakan Muhammad SAW dengan pernyataan bahwa kedatangannya tidak membawa agama baru, tetapi untuk mengingatkan manusia akan agama Nabi Ibrahim AS serta untuk meluruskan ajaran Tuhan yangsudah dibelokkan dari aslinya. Seperti perubahan ajaran Isa AS, yang tadinya monotheis mutlak menjadi semu, dengan kredo Trinitas yang dicetuskan dalam Konsili Nicea tahun 325 M."

Allahu Akbar
Selanjutnya ia mengaku bahwa titik temu terbesar dari semua kerancuannya adalah pada seruan takbir Allahu Akbar. Disitulah letak manifestasi kemerdekaan manusia yang hakiki sekaligus penegasan dimensi manusia yang tinggi. "Allahu Akbar menempatkan seluruh perkara, termasuk kekuasaan dan ilmu, pada kedudukan nisbi, sehingga tidak menjadi beban abadi. Karena itu (dalam hal politik- Red.) Islam menolak sistem theokrasi. Islam hanya mengakui bentuk kekuasaan yang diperoleh melalui bai'at berdasarkan hasil musyawarah dan mufakat. Artinya, kekuasaan adalah milik Allah SWT yang dipercayakan kepada seseorang berdasarkan persetujuan bersama di antara rakyatnya."

Regu Tembak
Roger Garaudy lahir di Marseilles, Prancis, pada tahun 1913 dan tumbuh besar ketika Eropa berada dalam cengkeraman teror Nazi jerman dengan sasaran utama kaum Yahudi.
Ia adalah penganut agama Kristen Protestan dan bahkan diangkat menjadi ketua pemuda agama tersebut di negerinya. Namun ia menjadi bimbang dengan agama itu karena banyaknya pertentangan dalam kitab mereka dan kesenjangan antara ajaran dan pelaksanaan.
Tahun 1933 sampat 1939 Eropa mengalami krisis parah akibat ulah Hitler denga Nazi-nya, yang memporakporandakan arti kehidupan. Manusia seluruh Eropa diuber-uber laksana binatang dan disiksa secara menerikan. Suasana kala itu menimbulkan kecemasan akan datangnya Kiamat. Dan itu menimbulkan pelampiasan dalam dirinya dengan mencari jalan keluar. Satu-satunya penangkal adalah komunisme, dan ia menerjunkan dirinya ke sana dengan fanatik. Itu berarti ia melawan pemerintah, dan akibatnya pada September 1940 ia ditangkap dan dibuang ke kamp konsentrasi Jelfa di padang pasir Aljazair.
Tawanan Perang yang di Bunuh Nazi. Laksana kiamat.

Dalam penderitaan yang luar biasa di situ ia berhasil mengorganisir para tahanan untuk memberontak. Akibatnya ia dijatuhi hukuman mati.
Ketika pelaksanaan hukuman akan dilakukan, ia menolak ditutup matanya, "Saya ingin menikmati detik-detik akhir hidup saya sambil menatap langit yang biru dan pasir yang terbentang luas serta penjaga kamp yang beringas. Roger Garaudy tidak takut mati, "tuturnya mengenang.
Namun, meski aba-aba telah diperintahkan agar ia ditembak, suara tembakan tak kunjung terdengar. "Saya masih berdiri di tempat dengan tangan terikat ke belakang. Yang terdengar justru perdebatan antara regu tembak dan komandannya dalam bahasa Arab." 
Kenapa hari itu ia tidak jadi ditembak mati diketahuinya beberapa waktu kemudian. Ternyata karena regu penembak, yang orang Aljazair itu, dan mungkin karena berlatar belakang prajurit perang, tidak bersedia melakukan tugasnya menembak orang yang tidak bersenjata. Mereka beragama Islam dan menjalankan ajaran agamanya.

"Saya terdiam dan terharu mendengar hal itu," kenangnya. "Sungguh ajaib, tiba-tiba saya melihat Tuhan di wajah para anggota regu tembak itu. Inilah perkenalan pertama saya dengan Islam."
Namun yang lebih penting dari itu, ia mungucap syukur kepada Tuhan ketika diberi tahu hukuman matinya dibatalkan dan dilepaskan dari tahanan. Sebagai rasa terimakasih ia kemudian memilih tinggal di Aljazair beberapa tahun dan menyelami kehidupan masyarakat Aran dan mencoba mengenal lebih dalam agama mereka.
Prof. Roger Garaudy bersama Syaikh Muhammad Basyir Al-Ibrahimi
Dengan Ilmuwan Muslim. Tanpa pertentangan

Ia kemudian berkenalan dengan Syaikh Muhammad Basyir Al-Ibrahimi, ketua Persatuan Ulama negeri itu. Di kantor Ibrahimi, ia sempat tertegun melihat foto Abdul Qodir Al-Jaziri, yang terpampang di kantor syaikh tersebut. Betapa tidak. Abdul Qodir, yang ia benci setelah mati lantaran dianggap musuh nomor satu negerinya, ternyata adalah pemimpin besar Aljazair yang tidak sembarang memekikkan seruan perang jika tidak karena bangsanya dianiaya Prancis. Ia menyuarakan kerinduan bangsanya untuk mendapatkan kembali kemerdekaan dan harga dirinya. Prancis-lah yang berdosa, karena tidak mau mendengar tuntutan keadilan itu.
Semua itu diperolehnya dari Syaikh Ibrahimi, termasuk pengertian tentang Islam, yang selama ini tertutup di balik tabir fitnah dan kecurigaan bangsa Barat. "Begitu besar makna peristiwa ini sehingga saya menganggap sebagai pertemuan yang kedua dengan Islam," tulisnya.

Titik Temu
Pengenalan Islam
Aktif  Dalam Seminar  Islam. Setelah melalui pemikiran yang panjang dan mendalam

Sejak itu, jalan hidupnya masih berliku panjang. Tahun 1945 ia diangkat menjadi anggota Majelis Nasional dan senator. Namun pada tahun 1970 ia dipecat dari Partai Komunis karena dianggap sepak terjangnya merugikan perjuangan partai. Ia merasa, komunisme telah mengeksploitasi rakyat jelata sebagai jargom politik bagi kepentingan para penguasa.
Sejak itulah ia lebih banyak menulis buku yang membeberkan sisi gelap kebudayaan Barat yang menyebabkan tercerabutnya dimensi kemanusiaan dari manusia dan terpisahnya manusia dari keruhaniannya. Melalui surat kabar ia juga menyingkap niat jahat zionisme dengan bukti penyerangan Israel ke Lebanon dan pendudukan atas Jalur Gaza serta Tepi Barat Sungai Yordan dan pengukuhan Yerusalem sebagai ibu kota negara setelah dirampas dari tangan bangsa Arab. Semua itu ia bingkai dalam buku berjudul The Case of Israel. Akibatnya, ia dituduh anti Yahudi.
Pengalaman-pengalaman itu membuatnya mencari titik temu antara akal dan perasaan yang kemudian ditemukannya dalam Islam."Setelah melalui pemikiran yang panjang dan mendalam, saya putuskan memeluk agama Islam 'secara resmi' pada tanggal 2 Juli 1982, persis ketika bulan Ramadhan tahun 1402 memasuki hari kesebelas. Saya umumkan kesaksian itu di Lembaga Kebudayaan Islam Jenewa," tulisnya.
Sebetulnya ia telah lama menjalankan rutinitas ajaran Islam bersama Salma Nuruddin, yang dinikahinya, sebagai pendampingnya yang setia, dan mengganti namanya menjadi "Raja Garaudy".
 Ia kemudian menulis buku berjudul Promesses de L"Islam pada tahun 1981 dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Prof. H.M Rasjidi pada tahun berikutnya dengan judul janji Islam


Bill*AP

0 komentar:

Posting Komentar

Kritik dan saran Anda sangat kami butuhkan. Berkomentarlah dengan sopan dan tidak mengandung spam