Jumat, 10 Juli 2015

Puisi: Ke Atas Langit (Karya Shinta Miranda)

Hari-hari adalah senja temaram, tak nampak jemari yang
kukunya menghitam, selalu menyisir rambut laksana surai
jagung tua, yang akan dipipil untuk makanan satwa
Senja merah membuat rerumputan semakin cokelat tua, tunduk
helainya, tak rela menampung peluh yang datang dari kerut
kening-kening manusia di tanah raga
*orang-orang di sini berlutut dalam tahajud - linangan mata
embun mengalun
*tanah menempuh jalannya ke mana? Tsunami laku buyar ke
atas langit
Adakah hari tiada bersimpah darah, orang-orang menjarah,
menggagahi kemiskinan dengan jubah, alangkah meriah sebuah
pembelaan atas etiadaan, menghapus kemanusiaan

Paculah kuda jantan di mega-mega kemewahan sebuah nama,
debunya menggunung, di atas cakrawala peradaban, maka
bulan sabit terbelah tiga tak beraturan, menetak kulit kepala
dibesarkanlah namanya dan tanah kubur hampa jua

Hari-hari adalah senja temaram, setelah amarah rebah di atas
sajadah dan purna sudah perkara sejarah yang tak punya arah
di sini, tanahku bersimbah darah.

0 komentar:

Posting Komentar

Kritik dan saran Anda sangat kami butuhkan. Berkomentarlah dengan sopan dan tidak mengandung spam