Minggu, 19 Juli 2015

Orkestrasi Kaligrafi (Manusia Perahu Sudianto)

puisi
ke tubuh senja;malam adalah jejak 25 pengembara. Sementara siang adalah catatan matahari dari hadis dan firman berlepasan. Dalam ketiak debu yang melansirkan tarian gelombang; pedih dedaunan dan debur waktu gentayangan menjarah segala ruang. Atas nama surga. Alif-alif itu belum mengakar di keningmu; padahal pasir telah mewiridkan lagu pesisir; burung-burung bersila melambaikan doa-doa.

Dengan 1.000 desah pengembara. Udara hanya berlabuh sebelum syafa'at tumpah. Dalam amuk sunyi gua-gua menakik merdu cuaca magis. Lereng berkabut cahaya dari pancaran rekah fajar. Lalu Kafilah hujan berdebu lumpur; mengabarkan rinai kudus khaligrafi, di antara lembap dingin yang ditumbuhi pohon berdaunan alif.

Sebelum dan sesudah alif menguras cakrawala. 
Ayat berbatang langit. Roh menawarkan perih dedaunan. Alif telah menelikung jejak matahari; bersama merkuri di batu-batu dan rembulan atas kasur.

Tubuh lancip serupa ujung jarum telah menganga. Di belakang rumah, hotel, restoran, dan meja-meja berantakan oleh tumpukan nafsu. Alif-Mu tegak alif-Mu terapung alif-Mu menggertak pelan. Bermiliar mata menangkap nada perih. Akhirnya wajah-wajah jatuh berguyur; sehingga warna malam memudar mengeruhkan semesta dogma, ideologi pada nisan sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar

Kritik dan saran Anda sangat kami butuhkan. Berkomentarlah dengan sopan dan tidak mengandung spam